Dia
ikhwan ya? Tapi kok kalau bicara sama akhwat dekat sekali???,” tanya seorang
akhwat kepada temannya karena ia sering melihat seorang aktivis rohis yang bila
berbicara dengan lawan jenis, sangat dekat posisi tubuhnya.
“Mbak, akhwat yang itu sudah menikah? Kok akrab sekali sama ikhwan
itu?,” tanya sang mad’u kepada murabbinya karena ia sering melihat dua aktivis
rohis itu kemana-mana selalu bersama sehingga terlihat seperti pasangan yang
sudah menikah.
“Duh… ngeri, lihat itu… ikhwan-akhwat berbicaranya sangat
dekat……,” ujar seorang akhwat kepada juniornya, dengan wajah resah, ketika
melihat ikhwan-akhwat di depan masjid yang tak jauh beda seperti orang
berpacaran.
“Si fulan itu ikhwan bukan yah? Kok kelakuannya begitu sama
akhwat?,” tanya seorang akhwat penuh keheranan.
Demikianlah kejadian yang sering dipertanyakan. Pelanggaran
batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat masih saja terjadi dan hal itu bisa
disebabkan karena:
1. Belum mengetahui batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat.
2. Sudah mengetahui, namun belum memahami.
3. Sudah mengetahui namun tidak mau mengamalkan.
4. Sudah mengetahui dan memahami, namun tergelincir karena lalai.
Dan bisa jadi kejadian itu disebabkan karena kita masih sibuk
menghiasi penampilan luar kita dengan jilbab lebar warna warni atau dengan
berjanggut dan celana mengatung, namun kita lupa menghiasi akhlak. Kita sibuk
berhiaskan simbol-simbol Islam namun lupa substansi Islam. Kita berkutat
menghafal materi Islam namun tidak fokus pada tataran pemahaman dan amal.
Sesungguhnya panggilan ‘ikhwan’ dan ‘akhwat’ adalah panggilan
persaudaraan. ‘Ikhwan’ artinya adalah saudara laki-laki, dan ‘akhwat’ adalah
saudara perempuan. Namun di ruang lingkup aktivis rohis, ada dikhotomi bahwa
gelar itu ditujukan untuk orang-orang yang berjuang menegakkan agama-Nya, yang
islamnya shahih, syamil, lurus fikrahnya dan akhlaknya baik. Atau bisa
dikonotasikan dengan jamaah. Maka tidak heran bila terkadang dipertanyakan
ke-‘ikhwanan’-nya atau ke-‘akhwatan’-nya bila belum bisa menjaga batas-batas
pergaulan (hijab) ikhwan-akhwat.
Aktivis sekuler tak lagi segan
Seorang ustadz bercerita bahwa ada aktivis sekuler yang berkata
kepadanya, ”Ustadz, dulu saya salut pada orang-orang rohis karena bisa menjaga
pergaulan ikhwan-akhwat, namun kini mereka sama saja dengan kami. Kami jadi tak
segan lagi.”
Ungkapan aktivis sekuler di atas dapat menohok kita selaku
jundi-jundi yang ingin memperjuangkan agama-Nya. Menjaga pergaulan dengan lawan
jenis memang bukanlah hal yang mudah karena fitrah laki-laki adalah mencintai
wanita dan demikian pula sebaliknya. Hanya dengan keimanan yang kokoh dan
mujahadah sajalah yang membuat seseorang dapat istiqomah menjaga batas-batas
ini.
Pelanggaran batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat
Berikut ini adalah pelanggaran-pelanggaran yang masih sering
terjadi, dan jangan sampai meningkat pada tahap berpacaran:
1. Pulang Berdua
Usai rapat acara rohis, karena pulang ke arah yang sama maka
akhwat pulang bersama di mobil ikhwan. Berdua saja. Dan musik yang diputar
masih lagu dari Peterpan pula ataupun lagu-lagu cinta lainnya.
2. Rapat Berhadap-Hadapan
Rapat dengan posisi berhadap-hadapan seperti ini sangatlah ‘cair’
dan rentan akan timbulnya ikhtilath. Alangkah baiknya – bila belum mampu
menggunakan hijab – dibuat jarak yang cukup antara ikhwan dan akhwat.
3. Tidak Menundukkan Pandangan (Gadhul Bashar)
Bukankah ada pepatah yang mengatakan, “Dari mana datangnya cinta?
Dari mata turun ke hati”. Maka jangan kita ikuti seruan yang mengatakan, ”Ah,
tidak perlu gadhul bashar, yang penting kan jaga hati!” Namun, tentu
aplikasinya tidak harus dengan cara selalu menunduk ke tanah sampai-sampai
menabrak dinding. Mungkin dapat disiasati dengan melihat ujung-ujung jilbab
atau mata semu/samping.
4. Duduk/ Jalan Berduaan
Duduk berdua di taman kampus untuk berdiskusi Islam (mungkin).
Namun apapun alasannya, bukankah masyarakat kampus tidak ambil pusing dengan
apa yang sedang didiskusikan karena yang terlihat di mata mereka adalah aktivis
berduaan, titik. Maka menutup pintu fitnah ini adalah langkah terbaik kita.
5. “Men-tek” Untuk Menikah
“Bagaimana, ukh? Tapi nikahnya tiga tahun lagi. Habis, ana takut
antum diambil orang.” Sang ikhwan belum lulus kuliah sehingga ‘men-tek’ seorang
akhwat untuk menikah karena takut kehilangan, padahal tak jelas juga kapan akan
menikahnya. Hal ini sangat riskan.
6. Telfon Tidak Urgen
Menelfon dan mengobrol tak tentu arah, yang tak ada nilai
urgensinya.
7. SMS Tidak Urgen
Saling berdialog via SMS mengenai hal-hal yang tak ada kaitannya
dengan da’wah, sampai-sampai pulsa habis sebelum waktunya.
8. Berbicara Mendayu-Dayu
“Deuu si akhiii, antum bisa aja deh…..” ucap sang akhwat kepada
seorang ikhwan sambil tertawa kecil dan terdengar sedikit manja.
9. Bahasa Yang Akrab
Via SMS, via kertas, via fax, via email ataupun via YM. Message
yang disampaikan begitu akrabnya, “Oke deh Pak fulan, nyang penting rapatnya
lancar khaaan. Kalau begitchu.., ngga usah ditunda lagi yah, otre deh .“
Meskipun sudah sering beraktivitas bersama, namun ikhwan-akhwat tetaplah bukan
sepasang suami isteri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Walau ini
hanya bahasa tulisan, namun dapat membekas di hati si penerima ataupun si
pengirim sendiri.
10. Curhat
“Duh, bagaimana ya…., ane bingung nih, banyak masalah begini … dan
begitu, akh….” Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati,
kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa menganggu tribulasi da’wah.
Apatah lagi bila yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan da’wah.
11 Yahoo Messenger/Chatting Yang Tidak Urgen
YM termasuk fasilitas. Tidaklah berdosa bila ingin menyampaikan
hal-hal penting di sini. Namun menjadi bermasalah bila topik pembicaraan
melebar kemana-mana dan tidak fokus pada da’wah karena khalwat virtual bisa
saja terjadi.
12. Bercanda ikhwan-akhwat
“Biasa aza lagi, ukhtiii… hehehehe,” ujar seorang ikhwan sambil
tertawa. Bahkan mungkin karena terlalu banyak syetan di sekeliling, sang akhwat
hampir saja mencubit lengan sang ikhwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar