On The Way Surabaya – Tulungagung, haah,,, menikmati perjalanan yang
begitu melelahkan dan penuh pengalaman, sembari dihibur oleh biduawanita
bersuara merdu yang menyanyikan tembang “bunga dahlia” di dalam bus.
Bertemu dengan orang-orang yang asing di mataku. Hari ini aku berangkat dari
Banjarmasin menuju Surabaya, atau tepatnya Tulungagung. Di mana kakak
perempuanku beserta suaminya tinggal. Untuk satu minggu aku meninggalkan bangku
kuliahku di IAIN Antasari Banjarmasin. Satu minggu berada di daratan asing
bagiku, ya,,, itu karena bukan tempat asalku. Begitu saying jika kesempatanku
untuk menulis cerita ini harus disia-siakan.
Aku sudah bertemu sekian banyak orang semenjak aku
menginjakkan kaki di Bandara Syamsuddin Noor. Aku bertemu dengan mas Sugito
yang datang dari Nganjuk untuk bekerja sebagai supir di perusahaan batubara di
Kota Baru. Tidak banyak perbincangan antara kami di mesjid bandara saat itu. Dia
telah merantau ke tempat-tempat yang jauh hanya untuk menafqahi istri dan putra
kesayangan. Papua, di sanalah awalnya ia bekerja, juga sebagai supir untuk
sebuah organisasi di Papua. Namun karena jarak yang begitu jauh dan hanya
mendapat cuti satu bulan dalam setahun, ia merasa terlalu lama meninggalkan
anak-istrinya. Sehingga ia pun berpindah ke Kalimantan atas ajakan seorang
temannya yang telah lama bekerja di Kota Baru.
Sudah lebih dari 6 jam rupanya mas Sugito terdampar di
emperan mesjid Bandara yang sekarang memberlakukan peraturan baru. Mesjid hanya
dibuka pada jam tertentu, yaitu sesaat sebelum waktu shalat fardhu akan
dilaksanakan. Mas Sugito bertanya banyak tentang Kalimantan, terutama tentang
tempat yang akan ia datangi, Kota Baru. Tak pelak aku pun hanya bias memberi tahu
apa yang aku tau. Aku pun tak pernah menginjakkan kaki di sana, terlalu jauh. Dan
aku juga tak mau kehilangan kesempatan, kali pertama aku akan melewati
perjalanan di Pulau Jawa seorang diri, tanpa ditemani sanak keluarga. Dan untuk
sampai rumah pun aku disuruh naik bus sendirian. Pengalaman pertama naik bus
dari bandara menuju rumah dan pengalaman pertama hanya sendirian. Akan sangat
banyak kesulitan yang akan aku temui nantinya. Mas Sugito hanya menerangkan
seadanya tentang apa yang harus aku lakukan nanti jika sampai Bandara Juanda. “Jangan
mau ditarik sama calo, kamu langsung aja naik bus Damri yang biasanya mampir di
depan pintu kedatangan Bandara Juanda. Selanjutnya bus akan bawa kamu ke
terminal Bungur Asih, di sana ada bus untuk semua jurusan, travel juga ada. Tapi
ingat di sana jangan sampai kamu naik lewat calo, ntar yang ada bus yang kamu
naiki bukan arah Tulungagung, dan satu lagi, hati-hati di sana banyak copet”
begitu pesan mas Sugito kepadaku yang menjadi modal awal bagiku. Setelah itu
petugas kebersihan menyuruh kami agar berpindah tempat, karena ia hendak
mengepel tempat yang duduki. Namun aku pamit saja sama mas Sugito dan langsung
menuju Bandara untuk chek in tiket.
Di ruang keberangkatan aku duduk sendiri lagi, tak ada
satupun wajah yang aku kenal. Meski ada beberapa wajah yang sepertinya pernah
aku jumpai sebelumnya. Namun memoriku tak mampu untuk mengingat siapa dia, “aaah,,,mungkin
hanya sepintas lalu aku melihatnya” begitu pikirku. Aku pun memindahkan
pandanganku ke arah landasan pesawat, ada banyak petugas yang lalu lalang di
sana, dan sesekali ada pesawat yang lepas landas dan mendarat. Dan tiba-tiba
ada dua orang ibu-ibu yang duduk di sampingku. Satu orang mungkin sudah berusia
45-50 tahun dan satu lagi sedikit lebih muda, mungkin 30-35 tahun. Gaya berpakaian
mereka pun modis, ala hijaber yang sekarang lagi tenar. Aku pun memberanikan
diri menyapa ibu-ibu yang tua, “mau kemana bu?” tanyaku. “mau ke Ampel” sahut
beliau, “ouwc,,,ada keluarga di sana?” untuk kedua kali aku bertanya. “ngga,,, cuma
ziarah aja, sama keluargaku ini” sembari menunjuk ibu muda yang dari tadi asyik
memperhatikan orang di sekitarnya. “Naik Lion 313 ya bu?” aku sudah punya
feeling seperti itu. Dan itu benar, kami memang satu pesawat meski dengan kursi
berjauhan.
Ibu ini pun banyak bercerita, dan ternyata ibu muda yang
akhirnya ikut berbincang bersama kami adalah keluarga Pak Yuli yang sering
membuka dan menutup pintu-pintu lokal kampus Ushuluddin alias putra dari nenek
yang punya kantin di samping Fakultas Syariah dulu. “Warnet” begitu kami
menyebutnya, alias Warung Nenek Tua,,,hehehe,,, Ibu muda itu juga ternyata
mengetahui perihal pembobol berangkas rektorat IAIN Antasari Banjarmasin, dan
dia kenal dekat dengan si pembobol. “Jadi ya,,, pak maman itu kemaren ngomong
sama saya, awas kalau malingnya udah dapat, aku pukuli dia sampai benyok, kalau
perlu dibunuh aja sekalian” ibu muda itu ngoceh soal perkataan si pembobol
kepadanya sesaat sebelum dia ditangkap dan ditahan oleh pihak kepolisian. “Maling
teriak maling ternyata” lanjut si ibu muda.
Pemberitahuan untuk segera memasuki pesawat akhirnya
terdengar dari pengeras suara, semua penumpang Lion Air 313 bergegas memasuki
pesawat dan duduk di kursi masing-masing. Maka aku pun harus berpisah dari
ibu-ibu yang tak henti-hentiny bercerita ini dan itu.
Dalam pesawat aku hanya menghabiskan waktu dengan tidur
sepanjang jalan, sampai pesawat akan landing baru aku terbangun dari tidurku. Mungkin
hanya sesaat aku memandang ke bawah melalui kaca jendela pesawat, dan terlihat
jelas jejeran kapal-kapal tongkang pengangkut batubara menuju pulau jawa. Yaa,,,
itulah Negeri kita yang mempunyai kekayaan alam yang berlimpah ruah, terutama
Kalimantan. Namun sayang beribu sayang, semua itu hanya dinikmati oleh golongan
elit pengusaha dan pemerintah. Sementara rakyat terlantar dan menderita kelaparan
karena kemiskinan berkepanjangan yang menimpa mereka. Butterfly Effect
dari tingkah polah dan kerakusan para kacung-kacung hawa nafsu, siapa lagi
kalau bukan PEMERINTAH dan PENGUASA. Miris hati ini melihatnya, karena itu aku
tidak ingin lama-lama memandang jauh ke lautan yang ada di bawahku.
Pesawat telah mendarat di Bandara Internasional Juanda
Surabaya, kulangkahkan kaki dengan penuh keberanian…
To Be Continue,,, hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar